Pages

Selasa, 14 Desember 2010

Profil Kabupaten Kaur



                    PROFILE   KABUPATEN  KAUR

Kaur adalah sebuah kabupaten di provinsi Bengkulu, Indonesia. Ibukotanya adalah Bintuhan. Wilayah Kabupaten Kaur di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Kaur 5.363,08 Km2 yang terbagi menjadi 15 (lima belas  )  kecamatan.193  desaan  2 Kelurahan dengan  jumlah  penduduk  Hasil Sensus  Penduduk th 2010 adalah berjumlah 107.627 jiwa.

Kantor Bupati Kaur
Di sektor pertanian, Kabupaten Kaur banyak memproduksi tanaman pangan padi dan palawija. Khusus palawija, Kaur memiliki luas tanam dan luas panen tanaman kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar yang cukup luas.
            Ketua PWK Plg Drs H.Son.Eswandy Bersama Ketua KPU kab Kaur Arjus SH

Ketua PWK Plg Drs H.Son.Eswandy Bersama
Bupati kab Kaur DR.Hermen Malik Msc

Di sektor perkebunan, kabupaten ini memiliki iklim dan tanah yang cukup cocok ditanami tanaman perkebunan. Komoditas yang di hasilkan kabupaten ini antara lain kelapa sawit dan karet. Selain karet dan kelapa sawit, Kaur masih memiliki komoditas perkebunan unggulan yang cukup khas, yaitu jahe gajah yang areal penanaman terluas ada di Kecamatan Nasal. Di antara kabupaten tetangga, yaitu Bengkulu Selatan dan Seluma, tanaman ini hanya ditemukan di Kaur.
Untuk pengembangan potensi ini, pemkab mendirikan sebuah pabrik minuman jahe instan yang mulai beroperasi sejak bulan Januari tahun 2004. Hal itu diupayakan sebagai bagian dari program pembudidayaan jahe gajah besar-besaran meski pemasarannya masih lokal. Pabrik minuman jahe instan ini dibangun atas kerja sama pemkab dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu.
Di sektor perikanan, secara geografis, ia berada di pesisir Samudra Hindia, yang berarti cukup besar kekayaan laut yang bisa digali. Garis pantai yang dimiliki sepanjang lebih kurang 100 kilometer. Produk utama perikanan laut dari Kaur adalah ikan tuna dan udang jenis lobster. Seluruh produksi laut, termasuk tuna dan lobster. Mayoritas nelayan di Kaur adalah pelaut tradisional yang menangkap ikan hanya dengan perahu layar atau kapal tidak bermotor. Jumlah kapal jenis ini 294 unit, sementara kapal dengan motor tempel sejumlah 243 unit. Jumlah kapal bermotor hanya tujuh unit. Produksi perikanan laut tahun itu sekitar 1.230 ton, dengan jumlah tangkapan terbesar dari Kecamatan Nasal.


 Ketua PWK Plg Drs H.Son.Eswandy Bersama Wakil Bupati kab Kaur Hj Yulis Suti Sutri

Sus sepanjang 150 kilometer, yang menghubungkan wilayah Kaur Utara hingga perbatasan Provinsi Lampung, juga sedang diupayakan.


    Pengurus PWK Palembang bersama Ketua DPRD Kab Kaur Syamsu Amanah Ssos





                                            Banner Kaur Bumi  SERASE SEHIJEAN

Sejarah penduduk Kaur
Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah (Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang, sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur.
Misalnya, di Marga Muara Nasal (Kaur) sebagian penduduknya berasal dari Minangkabau. Menurut cerita rakyat, daerah pesisir pantai ini mulanya dihuni oleh suku Buai Harung (Waij Harung) dari landschap Haji (Karesidenan Palembang). Sejak sekitar abad ke-18, mereka mendirikan kolonisasi pertama di muara sungai Sambat yang selanjutnya berkembang sampai ke Muara Nasal. Akan tetapi, pada saat daerah itu diambil alih oleh orang-orang dari Pagaruyung yang masuk melalui Indrapura, sebagian dari mereka terdesak ke Lampung. Mereka bercampur dengan penduduk setempat sehingga dikenal sebagai orang Abung. Sebagian lain suku Buai Harung bercampur dengan orang Minangkabau dan menjadi orang Kaur.
Penduduk yang bermukim di Kaur juga merupakan percampuran antara orang dari sekitar Bengkulu dengan orang Pasemah. Misalnya, di dusun Muara Kinal (Marga Semidang), keberadaan penduduk dimulai dengan berdirinya pemukiman orang-orang dari sekitar Bengkulu (onderafdeeling Bengkulu). Pemukiman ini bergabung dengan pemukiman orang Gumai yang berasal dari Pasemah Lebar dan menjadi satu marga, yaitu marga Semidang Gumai.Pergerakan penduduk dari daerah sekitar menuju Bengkulu terus terjadi sampai sekitar abad ke-19, yaitu percampuran orang Pasemah dan orang Kaur yang dimulai dari kedatangan orang Pasemah yang mendirikan pemukiman di hulu sungai Air Tetap (Marga Ulu Tetap). Selanjutnya, mereka bergabung dengan orang Kaur yang bermukim di Marga Muara Tetap, dan gabungan dua marga ini menjadi Marga Tetap.
Gedung DPRD Kaur

Di Kaur terdapat juga orang-orang dari daerah Semendo Darat dari Dataran Tinggi Palembang (Marga-marga Sindang Danau, Sungai Aro, dan Muara Sabung). Mereka bertempat tinggal di Muara Nasal, sekitar 15 km ke arah mudik dari Sungai Nasal, dan bernama Marga Ulu Nasal. Penduduk Marga Ulu Nasal terbentuk dari campuran orang-orang dari daerah Semendo Darat dan Mekakau (Palembang). Kemudian di daerah Manna terdapat orang Serawai, yang menurut legenda berasal dari Pasemah Lebar (Pagar Alam). Mereka berpindah dan bermukim di dusun Hulu Alas, Hulu Manna, Padang Guci, dan Ulu Kinal (daerah Manna). Daerah pantai Lais mendapatkan tambahan penduduk yang berasal dari Minangkabau. Kedatangan mereka diperkirakan berkaitan dengan kedatangan pangeran dari Minangkabau ke daerah orang Rejang dan mereka menjadi cikal bakal Kerajaan Sungai Lemau. Selain itu, di daerah pantai juga terdapat orang Melayu, mereka memiliki daerah pemukiman sendiri yang disebut dengan ‘pasar’ dan dipimpin oleh seorang datuk.
Di daerah pesisir orang Melayu juga bercampur dengan orang Rejang sehingga pemukiman-pemukiman orang Melayu ini masuk dalam pemerintahan marga. Meskipun demikian, dusun-dusun tersebut tetap dengan sebutannya ‘pasar’, seperti pasar Seblat, pasar Kerkap dan di pimpin oleh seorang datuk, tetapi dusun-dusun tersebut adalah bagian dari pemerintahan marga. Orang Rejang, orang Pasemah, orang Minangkabau, dan orang Lampung selanjutnya terikat dalam satu kesatuan wilayah, yaitu Keresidenan Bengkulu. Mereka tersebar di daerah-daerah Bengkulu sebagai berikut:
1). Kelompok orang Rejang sebagian besar bermukim di daerah Rejang dan Lebong, dan sebagian lain berada di pesisir pantai bagian sebelah Barat dari Bukit Barisan, Lembak Beliti di Selatan, Seblat dan sampai ke Sungai Ipuh di sebelah Utara.
2). Kelompok Orang Pasemah atau Midden Maleiers yang dapat dibedakan menjadi:
(a).Orang Pasemah bermukim di bagian hulu sungai Manna, Air Kinal, dan Air Tello, dan di daerah aliran sungai Kedurang, dan sungai Padang Guci.
(b)Orang Serawai berada di daerah Manna, Bengkulu-Seluma, dan Rejang.
(c) Orang Semendo berada di daerah muara sungai Sungai Luas (Kaur)
(d) Orang Mekakau bermukim di hulu Air Nasal (Kaur) dan di marga Way Tenong (Krui).
(d) Orang Kaur bertempat tinggal di pesisir pantai daerah Kaur
(e)Orang Lampung bertempat tinggal di marga Way Tenong, sebagian besar daerah Krui, dan di aliran sungai Nasal (Kaur).
(f)Orang Minangkabau, terutama berada di daerah Muko-Muko.





Masyarakat kaur terdiri dari berbagai suku
Kabupaten Kaur merupakan daerah yang mempunyai keragaman suku bangsa (etnik) yang secara toleran mampu hidup berdampingan dan menyebar di seluruh kabupaten. Keunikan dari heterogenitas masyarakat salah satunya karena letak gegrafis Kabupaten Kaur, yakni antara lingkungan daratan dan lautan, sehingga hidup masyarakat bergantung pada kedua wilayah tersebut.
Penduduk asli Kaur sulit untuk diketahui jumlahnya, karena belum pernah dibagi menurut penggolongan suku bangsanya. Struktur masyarakat Kabupaten Kaur paling tidak terdiri dari dua (2) suku asli, yaitu Serawai dengan marga Kaur, Luas dan Nasal dan suku Semendo/Pasemah dengan marga Sahung dan Padang Guci yang merupakan bagian dari etnis-etnis besar yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Suku Serawai kebanyakan tinggal di daerah Kaur Tengah dan Kaur Selatan, sedangkan suku Semendo/Pasemah tinggal di daerah Kaur Utara dan sebagaian kecil di daerah Kaur Tengah (Muara Sahung).
Adat budaya suku asli lebih dekat ke daratan menyebabkan pemanfaatan wilayah pesisir oleh masyarakat kurang mendapat perhatian. Mereka lebih cenderung untuk mengelolah lahan pertanian dan perdagangan dengan berbagai tanaman pangan dan perkebunan.
Suku Jawa, Batak, Minang, dan Lampung merupakan pendatang di Kabupaten Kaur. Sebagian besar suku Jawa merupakan transmigran yang tinggal di beberapa unit pemukiman transmigrasi, baik yang masih dalam pembinaan maupun telah menjadi desa definitif. Suku Batak dan Minang merupakan transmigran spontan, dimana suku Batak dan suku Minang datang karena berdagang. Demikian juga suku Lampung yang berdampingan dengan Kabupaten Kaur yang datang untuk mencari pekerjaan dan akhirnya menetap di Kaur.

1 komentar:

  1. kaur memng yang terhebat.persatuan warga sangat lah erat dan berbagai macam ksenian yang begitu menarik dari tari-tarian sampai pincak silat selamat berkunjung kae daerah kabupaten kaur se'ase sehijean....i like to kaur....

    BalasHapus